Pengertian UMKM: Fungsi, Kriteria, Klasifikasi

Pengertian UMKM

UMKM adalah singkatan dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. UMKM merujuk pada jenis usaha yang memiliki skala lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan besar. UMKM merupakan sektor penting dalam perekonomian Indonesia karena menyumbang banyak lapangan pekerjaan dan mendukung pertumbuhan ekonomi lokal. Artikel ini akan membahas “Pengertian UMKM: Fungsi, Kriteria, Klasifikasi”.

Table of Contents

Pengertian UMKM

UMKM memiliki peran penting dalam perekonomian dengan menciptakan lapangan pekerjaan dan mendukung pertumbuhan ekonomi lokal. Kategori UMKM terdiri dari Usaha Mikro yang memiliki aset maksimal Rp 1 miliar dan mempekerjakan kurang dari 10 karyawan, Usaha Kecil dengan aset antara Rp 1 miliar hingga Rp 5 miliar dan mempekerjakan 10 hingga 19 karyawan, Usaha Menengah yang memiliki aset antara Rp 5 miliar hingga Rp 10 miliar dan mempekerjakan 20 hingga 99 karyawan.

Fleksibilitas UMKM dalam menghadapi tantangan ekonomi menjadikannya penggerak ekonomi yang tangguh, didukung oleh pemerintah melalui fasilitas pembiayaan, pelatihan, dan akses pasar.

Baca Juga: Cara Membuat CV ATS Online Gratis dan Gak Ribet!

Fungsi UMKM

UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) memiliki berbagai fungsi yang sangat penting dalam perekonomian, baik pada tingkat nasional maupun lokal. Berikut adalah beberapa fungsi utama UMKM:

  1. Menciptakan Lapangan Pekerjaan
    UMKM memainkan peran besar dalam menyediakan lapangan pekerjaan, terutama di daerah-daerah yang tidak terjangkau oleh industri besar. Dengan skala usaha yang lebih kecil, UMKM dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk bekerja dan meningkatkan taraf hidup.
  2. Pendorong Pertumbuhan Ekonomi
    UMKM berkontribusi signifikan terhadap produk domestik bruto (PDB) suatu negara. Karena jumlahnya yang besar, mereka dapat berperan sebagai motor penggerak ekonomi lokal dan membantu mendistribusikan kekayaan ke berbagai wilayah.
  3. Meningkatkan Inovasi dan Daya Saing
    UMKM cenderung lebih fleksibel dan inovatif, sering kali lebih cepat beradaptasi dengan perubahan pasar atau kebutuhan konsumen. Mereka juga sering menjadi pelopor dalam menciptakan produk atau layanan yang unik dan berdaya saing tinggi, terutama dalam pasar lokal.
  4. Mengurangi Ketimpangan Ekonomi
    UMKM dapat menjadi alat untuk mengurangi kesenjangan ekonomi antara daerah perkotaan dan pedesaan. Dengan mendukung UMKM di daerah-daerah yang kurang berkembang, pemerintah dapat menciptakan pemerataan ekonomi yang lebih baik.
  5. Mengembangkan Sektor Informal dan Formal
    Banyak UMKM beroperasi di sektor informal, yang memungkinkan mereka untuk lebih mudah berkembang dan berkembang meskipun dalam kondisi ekonomi yang sulit. Ketika mereka berkembang, mereka beralih ke sektor formal, yang membantu meningkatkan basis pajak dan sistem ekonomi negara secara keseluruhan.
  6. Mendorong Kewirausahaan
    UMKM mendorong semangat kewirausahaan, di mana individu atau kelompok mulai menciptakan dan mengelola usaha mereka sendiri. Ini dapat mengurangi ketergantungan pada pekerjaan formal dan meningkatkan kemandirian ekonomi masyarakat.
  7. Meningkatkan Kesejahteraan Sosial
    Selain menciptakan lapangan pekerjaan, UMKM juga berperan dalam meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat, baik melalui peningkatan pendapatan maupun melalui kontribusi terhadap kesejahteraan sosial, seperti program CSR (Corporate Social Responsibility) atau pemberdayaan masyarakat sekitar.

Kriteria UMKM

Kriteria UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia ditentukan berdasarkan dua faktor utama, yaitu aset dan jumlah karyawan. Kriteria ini dikeluarkan oleh pemerintah untuk memudahkan pengelompokan dan penentuan kebijakan yang mendukung perkembangan UMKM. Berikut adalah kriteria UMKM menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah:

1. Usaha Mikro

  • Aset: Usaha Mikro memiliki total aset maksimal Rp 1 miliar (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha).
  • Jumlah Karyawan: Memiliki kurang dari 10 orang karyawan.

2. Usaha Kecil

  • Aset: Usaha Kecil memiliki total aset antara Rp 1 miliar hingga Rp 5 miliar (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha).
  • Jumlah Karyawan: Memiliki 10 hingga 19 orang karyawan.

3. Usaha Menengah

  • Aset: Usaha Menengah memiliki total aset antara Rp 5 miliar hingga Rp 10 miliar (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha).
  • Jumlah Karyawan: Memiliki 20 hingga 99 orang karyawan.

Kriteria UMKM Berdasarkan Sumber Pendanaan

Selain berdasarkan aset dan jumlah karyawan, kriteria UMKM juga dapat dipengaruhi oleh cara usaha mendapatkan sumber pendanaan. UMKM yang memiliki dana dari sektor perbankan atau lembaga keuangan lainnya biasanya memerlukan pembukuan dan pelaporan yang lebih terstruktur.

Kriteria UMKM dalam Peraturan Lain

Penting untuk dicatat bahwa kriteria UMKM dapat berbeda dalam setiap peraturan atau kebijakan tertentu. Misalnya, dalam beberapa program pemerintah, batasan aset dan jumlah karyawan dapat disesuaikan dengan tujuan dan karakteristik program tersebut.

Secara keseluruhan, kriteria ini membantu pemerintah dalam memberikan kebijakan dan bantuan yang lebih tepat sasaran untuk mendukung pertumbuhan UMKM.

Baca Juga: Cara Melihat Sensitive Content Twitter Di HP Android & Iphone

Klasifikasi UMKM

Klasifikasi UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia merujuk pada pembagian usaha berdasarkan ukuran usaha yang ditentukan berdasarkan aspek aset dan jumlah karyawan. Klasifikasi ini penting untuk menetapkan berbagai kebijakan yang mendukung pengembangan UMKM sesuai dengan skala usahanya.

Berikut adalah klasifikasi UMKM yang berlaku di Indonesia:

1. Usaha Mikro

  • Aset: Usaha Mikro memiliki total aset maksimal Rp 1 miliar (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha).
  • Jumlah Karyawan: Memiliki kurang dari 10 orang karyawan.
  • Ciri-ciri:
    • Biasanya usaha yang dikelola oleh individu atau keluarga.
    • Menggunakan modal yang terbatas dan beroperasi dengan skala kecil.
    • Biasanya terlibat dalam sektor perdagangan kecil, kerajinan tangan, atau layanan lokal.

2. Usaha Kecil

  • Aset: Usaha Kecil memiliki total aset antara Rp 1 miliar hingga Rp 5 miliar (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha).
  • Jumlah Karyawan: Memiliki 10 hingga 19 orang karyawan.
  • Ciri-ciri:
    • Usaha dengan skala lebih besar dari mikro, namun masih dalam tingkat yang relatif kecil.
    • Biasanya memiliki manajemen yang lebih terstruktur dan dapat melakukan produksi dalam skala yang lebih luas dibandingkan usaha mikro.
    • Memiliki potensi untuk berkembang menjadi usaha menengah.

3. Usaha Menengah

  • Aset: Usaha Menengah memiliki total aset antara Rp 5 miliar hingga Rp 10 miliar (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha).
  • Jumlah Karyawan: Memiliki 20 hingga 99 orang karyawan.
  • Ciri-ciri:
    • Usaha yang lebih berkembang dengan kapasitas produksi yang lebih besar.
    • Dapat mengakses pembiayaan dari bank atau lembaga keuangan lain dengan syarat yang lebih ketat.
    • Cenderung memiliki sistem manajemen yang lebih kompleks dan dapat memperluas pasar ke tingkat regional atau nasional.

Pentingnya Klasifikasi UMKM

Klasifikasi UMKM ini digunakan untuk:

  • Menentukan bantuan atau kebijakan yang sesuai dengan ukuran usaha.
  • Menyusun strategi pemberdayaan dan pengembangan UMKM yang lebih tepat sasaran.
  • Membantu pemerintah dan lembaga keuangan dalam mengidentifikasi kelompok usaha yang memerlukan dukungan atau fasilitasi tertentu.

Ciri – Ciri UMKM

UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) memiliki sejumlah ciri khas yang membedakannya dari jenis usaha lainnya. Berikut adalah beberapa ciri-ciri UMKM yang umum di Indonesia:

1. Skala Usaha yang Kecil

  • UMKM umumnya beroperasi dengan skala yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan besar atau korporasi. Ini tercermin dari jumlah aset yang terbatas dan kapasitas produksi yang lebih rendah.
  • Usaha mikro biasanya dijalankan oleh individu atau keluarga, sementara usaha kecil dan menengah memiliki sedikit lebih banyak karyawan.

2. Jumlah Karyawan Terbatas

  • Usaha mikro memiliki kurang dari 10 karyawan.
  • Usaha kecil memiliki antara 10 hingga 19 karyawan.
  • Usaha menengah memiliki antara 20 hingga 99 karyawan.
  • Dengan jumlah karyawan yang terbatas, UMKM lebih fleksibel dalam beradaptasi dengan perubahan pasar.

3. Aset dan Modal Terbatas

  • UMKM memiliki aset yang terbatas. Usaha mikro, misalnya, hanya memiliki aset maksimal Rp 1 miliar (tidak termasuk tanah dan bangunan), sementara usaha kecil dan menengah memiliki aset yang lebih besar tetapi masih dalam batas yang lebih kecil dibandingkan perusahaan besar.
  • Pendanaan UMKM umumnya lebih bergantung pada modal sendiri atau pembiayaan dari lembaga keuangan yang lebih kecil, seperti koperasi atau lembaga mikrofinansial.

4. Kebanyakan Beroperasi di Sektor Informal

  • Banyak UMKM yang beroperasi di sektor informal, dengan sistem pembukuan yang sederhana dan lebih fleksibel. Meski demikian, sebagian UMKM telah berkembang ke sektor formal dan memiliki izin usaha serta sistem administrasi yang lebih baik.

5. Menggunakan Teknologi Sederhana

  • UMKM cenderung menggunakan teknologi sederhana dalam menjalankan operasional mereka. Penggunaan teknologi yang lebih canggih sering kali terbatas karena keterbatasan sumber daya dan akses.
  • Meski demikian, dengan kemajuan digital, semakin banyak UMKM yang mulai mengadopsi teknologi untuk meningkatkan efisiensi dan memperluas pasar.

6. Fleksibilitas dan Adaptasi Cepat

  • UMKM memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan pasar dan kebutuhan konsumen. Mereka cenderung lebih fleksibel dalam merespons perubahan dibandingkan perusahaan besar yang memiliki struktur yang lebih kompleks.
  • UMKM sering kali lebih cepat dalam menyesuaikan produk dan layanan dengan kebutuhan lokal.

7. Bergantung pada Pasar Lokal

  • Banyak UMKM yang fokus pada pasar lokal atau regional. Mereka menyediakan barang dan jasa yang lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekitar.
  • Namun, dengan adanya e-commerce, semakin banyak UMKM yang dapat memperluas pasar mereka secara nasional bahkan internasional.

8. Pemilik Bertindak Sebagai Pengelola

  • Pemilik UMKM sering kali juga berperan langsung dalam pengelolaan usaha. Mereka terlibat dalam operasional sehari-hari, dari produksi hingga pemasaran.
  • Dengan struktur yang lebih sederhana, UMKM memerlukan sedikit hierarki dalam manajerialnya, dan keputusan sering kali diambil langsung oleh pemilik atau pengelola.

9. Keterbatasan Akses ke Pembiayaan

  • UMKM sering kali mengalami kesulitan dalam mengakses pembiayaan dari lembaga keuangan besar seperti bank, karena terbatasnya jaminan atau track record usaha yang formal.
  • Meskipun demikian, pemerintah dan lembaga keuangan mikro menawarkan berbagai bentuk bantuan atau kredit usaha rakyat (KUR) untuk mendukung perkembangan UMKM.

10. Berfokus pada Kualitas dan Keterjangkauan Harga

  • Karena bersaing dengan banyak pelaku usaha lain, UMKM sering kali menonjolkan kualitas produk dan keterjangkauan harga untuk menarik konsumen. Mereka sering kali lebih berfokus pada pasar niche atau kebutuhan spesifik yang belum sepenuhnya terpenuhi oleh usaha besar.

Baca Juga: Cara Mendaftarkan Bisnis di Google My Business dengan Mudah

Jenis – Jenis UMKM

UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) dapat dibedakan berdasarkan jenis usaha yang dijalankan. Jenis-jenis UMKM ini mencakup berbagai sektor ekonomi, baik yang berbasis produk maupun jasa. Berikut adalah beberapa jenis-jenis UMKM berdasarkan sektor atau bidang usaha:

1. UMKM di Bidang Produk (Barang)

  • Industri Manufaktur: Usaha yang menghasilkan barang atau produk melalui proses produksi atau pengolahan bahan mentah menjadi barang jadi. Contohnya:
    • Industri pakaian dan tekstil (konveksi).
    • Usaha pembuatan makanan dan minuman.
    • Kerajinan tangan dan produk kreatif lainnya.
    • Produk olahan pertanian, seperti keripik, jus, atau bumbu.
  • Perdagangan: Usaha yang bergerak dalam jual beli barang, baik grosir maupun eceran. Contohnya:
    • Toko kelontong, minimarket, dan toko bahan makanan.
    • Bisnis online yang menjual produk fisik.
    • Usaha pengecer (retail) seperti toko pakaian, aksesoris, atau produk elektronik.

2. UMKM di Bidang Jasa (Layanan)

  • Jasa Kuliner: Usaha yang menyediakan makanan dan minuman untuk dikonsumsi, seperti restoran, warung makan, kafe, dan layanan katering.
  • Jasa Pendidikan dan Pelatihan: Usaha yang memberikan layanan pendidikan atau pelatihan dalam bentuk kursus, bimbingan belajar, atau pelatihan keterampilan. Contohnya:
    • Les privat atau lembaga pendidikan non-formal.
    • Pelatihan keterampilan, seperti bahasa, komputer, atau bisnis.
  • Jasa Kesehatan dan Kecantikan: Usaha yang menyediakan layanan kesehatan dan kecantikan, seperti salon, spa, klinik kecantikan, atau fisioterapi.
  • Jasa Konstruksi dan Renovasi: Usaha yang bergerak di bidang pembangunan, renovasi rumah, atau penyediaan jasa tukang bangunan.
  • Jasa Transportasi dan Pengiriman: Usaha yang menyediakan layanan transportasi, pengiriman barang, atau kurir. Contoh:
    • Ojek online, taksi online, atau layanan pengantaran barang.
  • Jasa Teknologi dan Digital: Usaha yang berhubungan dengan layanan teknologi, seperti layanan pengembangan website, aplikasi, atau jasa desain grafis.

3. UMKM di Bidang Pertanian dan Perikanan

  • Pertanian: Usaha yang bergerak di bidang pertanian, mulai dari budidaya tanaman hingga pengolahan hasil pertanian. Contohnya:
    • Usaha pertanian organik, hortikultura, atau tanaman pangan.
    • Pengolahan produk pertanian menjadi produk olahan (misalnya, selai, keripik, atau jus).
  • Perikanan: Usaha yang terkait dengan budidaya ikan, baik ikan air tawar maupun laut, serta pengolahan produk perikanan. Contoh:
    • Budidaya ikan lele, gurame, atau udang.
    • Usaha pengolahan hasil perikanan seperti ikan asin, kerupuk ikan, atau produk olahan lainnya.

4. UMKM di Bidang Tekstil dan Pakaian

  • Konveksi dan Fashion: Usaha yang bergerak di bidang pembuatan pakaian, dari desain hingga produksi. Contoh:
    • Usaha konveksi pakaian dan aksesoris fashion.
    • Usaha tekstil seperti pembuatan kain, sarung, atau produk rajutan.
    • Bisnis pakaian dengan model ready-to-wear atau custom-made.

5. UMKM di Bidang Perdagangan dan Distribusi

  • Pedagang Eceran: Usaha yang fokus pada penjualan barang dalam jumlah kecil (eceran) kepada konsumen akhir. Contoh:
    • Toko kelontong, warung sembako, atau kios kecil.
  • Distributor Barang: Usaha yang membeli barang dalam jumlah besar untuk dijual kembali kepada pengecer atau konsumen. Contohnya:
    • Distributor bahan bangunan, bahan makanan, atau alat-alat elektronik.

6. UMKM di Bidang Teknologi dan Inovasi

  • Pengembangan Aplikasi dan Software: Usaha yang bergerak dalam pembuatan aplikasi, software, atau layanan berbasis teknologi. Contoh:
    • Developer aplikasi mobile atau desktop.
    • Penyedia layanan IT dan digital marketing.
  • Start-up dan Inovasi: Usaha yang berfokus pada teknologi baru atau solusi inovatif. Biasanya lebih fokus pada riset dan pengembangan (R&D). Contoh:
    • Start-up berbasis teknologi seperti fintech, edtech, atau e-commerce.

7. UMKM di Bidang Hiburan dan Media

  • Layanan Hiburan: Usaha yang menawarkan layanan hiburan atau rekreasi. Contohnya:
    • Bioskop, taman bermain, tempat wisata, atau karaoke.
  • Media dan Jurnalistik: Usaha yang bergerak di bidang media, seperti penerbitan, jurnalistik, atau media digital. Contoh:
    • Usaha penerbitan buku, majalah, atau surat kabar.
    • Jasa pembuatan konten dan pemasaran digital.

8. UMKM di Bidang Lainnya

  • Penyedia Jasa Keuangan: Usaha yang bergerak di bidang layanan keuangan, seperti lembaga pembiayaan, koperasi, atau usaha simpan pinjam.
  • Usaha Kreatif dan Desain: Usaha yang menyediakan layanan kreatif dan desain, seperti desain grafis, arsitektur, atau pembuatan konten visual.
  • Penyedia Layanan Jasa Profesional: Usaha yang menyediakan jasa profesional seperti hukum, akuntansi, dan konsultasi bisnis.

Cara Daftar UMKM

Untuk mendaftarkan usaha sebagai UMKM di Indonesia, terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan agar usaha Anda tercatat secara resmi dan dapat memperoleh berbagai fasilitas serta dukungan dari pemerintah. Berikut adalah langkah-langkah cara mendaftar UMKM:

1. Tentukan Kategori UMKM Anda

  • Tentukan terlebih dahulu kategori usaha Anda, apakah masuk dalam kategori Usaha Mikro, Usaha Kecil, atau Usaha Menengah. Ini ditentukan berdasarkan jumlah aset dan jumlah karyawan, yang sudah diatur dalam Undang-Undang tentang UMKM.

2. Siapkan Dokumen – dokumen yang Diperlukan

Beberapa dokumen yang biasanya diperlukan untuk mendaftarkan UMKM adalah:

  • KTP Pemilik Usaha: Bukti identitas diri.
  • Nomor Induk Berusaha (NIB): Diperlukan untuk mengurus izin usaha dan mendaftarkan usaha.
  • Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP): Jika usaha Anda sudah berpenghasilan atau telah diwajibkan untuk mendaftarkan pajak.
  • Surat Keterangan Domisili Usaha (SKDU): Surat yang menyatakan alamat tempat usaha yang sah.
  • Bukti Kepemilikan atau Sewa Tempat Usaha: Misalnya, sertifikat atau perjanjian sewa tempat usaha.
  • Rekening Bank Usaha: Untuk transaksi dan pengelolaan keuangan usaha.

3. Mendaftar untuk Nomor Induk Berusaha (NIB)

Salah satu langkah utama untuk mendaftarkan UMKM adalah mendapatkan NIB melalui sistem Online Single Submission (OSS). Berikut langkah-langkahnya:

  • Akses OSS: Kunjungi situs OSS di https://oss.go.id/ dan buat akun di sistem tersebut.
  • Isi Data Perusahaan: Isi formulir pendaftaran dengan data lengkap mengenai usaha Anda, termasuk jenis usaha, lokasi, dan informasi terkait.
  • Pilih Kategori Usaha: Pilih kategori usaha Anda (mikro, kecil, menengah) berdasarkan kriteria yang sudah dijelaskan.
  • Dapatkan NIB: Setelah mengisi data dan melengkapi dokumen, Anda akan mendapatkan NIB yang bisa digunakan untuk berbagai keperluan administratif lainnya.

4. Pilih Sistem Pembukuan yang Tepat

Untuk usaha UMKM, sangat disarankan untuk menggunakan sistem pembukuan yang sederhana namun efektif. Anda bisa mencatat transaksi menggunakan buku kas sederhana, spreadsheet, atau perangkat lunak pembukuan yang tersedia.

5. Mendaftarkan Ke BPOM (Jika Usaha di Bidang Makanan atau Kosmetik)

Jika usaha Anda bergerak di bidang makanan, minuman, atau kosmetik, Anda harus mendaftarkan produk Anda ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk memastikan produk aman dikonsumsi atau digunakan.

  • Daftarkan produk Anda untuk mendapatkan izin edar atau Nomor Izin Edar (NIE) dari BPOM.

6. Daftar di Program Bantuan UMKM (Jika Diperlukan)

Setelah usaha Anda terdaftar secara resmi, Anda bisa mengajukan bantuan atau fasilitas pemerintah untuk UMKM, seperti:

  • Kredit Usaha Rakyat (KUR): Program pembiayaan dengan bunga rendah bagi UMKM.
  • Pelatihan dan Bimbingan: Banyak lembaga pemerintah dan swasta yang memberikan pelatihan kewirausahaan bagi UMKM.
  • Pemasaran Digital: Program untuk membantu UMKM memanfaatkan platform digital dalam memasarkan produk.

7. Ikuti Prosedur Izin Lainnya (Jika Diperlukan)

Tergantung pada jenis usaha, Anda mungkin perlu mengurus izin lain, seperti:

  • Izin Usaha Mikro dan Kecil (IUMK), yang dapat diterbitkan oleh pemerintah daerah setempat untuk usaha mikro.
  • Izin Lingkungan: Jika usaha Anda berpotensi berdampak pada lingkungan, Anda perlu mendapatkan izin lingkungan.

8. Terapkan Pembukuan dan Administrasi yang Baik

Setelah terdaftar sebagai UMKM, pastikan usaha Anda menjalankan pembukuan yang rapi dan administrasi yang baik. Hal ini sangat penting agar usaha dapat berkembang dengan sehat dan dapat memudahkan akses ke pembiayaan atau dukungan lain di masa depan.

Baca Juga: Apa itu Hosting Web? Cara Kerja, Fungsi, Jenis

Contoh UMKM di Indonesia

Di Indonesia, UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) mencakup berbagai sektor ekonomi, mulai dari perdagangan, jasa, industri, hingga sektor kreatif. Berikut adalah beberapa contoh UMKM yang ada di Indonesia, yang mencerminkan keberagaman jenis usaha yang dijalankan oleh masyarakat:

1. UMKM di Bidang Makanan dan Minuman

  • Warung Makan: Banyak warung makan atau rumah makan yang dikelola secara mikro dan kecil, seperti warung nasi, warteg (warung tegal), atau rumah makan dengan menu tradisional.
    • Contoh: Warung Sate Shinta (usaha kecil di bidang kuliner dengan produk sate khas).
  • Kue dan Roti: Usaha pembuatan kue, roti, atau makanan ringan juga banyak dijalankan oleh UMKM.
    • Contoh: Kue Cubir Surabaya atau Roti Bakar 88.
  • Minuman Segar: Usaha jus, smoothie, atau minuman tradisional (seperti es kelapa muda atau jamu).
    • Contoh: Es Durian Medan atau Jus Buah Segar.

2. UMKM di Bidang Kerajinan dan Industri Kreatif

  • Kerajinan Tangan: Banyak usaha kecil yang bergerak di bidang kerajinan tangan, baik yang menggunakan bahan tradisional maupun modern.
    • Contoh: Kerajinan Batik di Solo atau Yogyakarta, Tas Kulit Tepi Laut (produk kerajinan kulit di Bali).
  • Produk Seni dan Perhiasan: Usaha pembuatan perhiasan atau produk seni lainnya.
    • Contoh: Perhiasan Emas dan Perak di Kotagede Yogyakarta atau Kerajinan Logam di Cirebon.
  • Pembuatan Furnitur dan Aksesoris Rumah: Usaha pembuatan furnitur atau aksesori rumah berbahan kayu, bambu, atau material lainnya.
    • Contoh: Mebel Jepara atau Kerajinan Bambu di Bali.

3. UMKM di Bidang Perdagangan (Retail)

  • Toko Kelontong dan Minimarket: Usaha toko yang menjual berbagai kebutuhan sehari-hari, dari sembako hingga kebutuhan rumah tangga.
    • Contoh: Toko Sembako Pak Rahmat atau Indomaret (Minimarket UMKM).
  • Online Shop: UMKM yang bergerak di perdagangan online, menjual produk-produk fisik melalui platform digital seperti Tokopedia, Bukalapak, atau Shopee.
    • Contoh: Toko Pakaian Distro atau Toko Aksesoris Handmade di Instagram.

4. UMKM di Bidang Jasa

  • Layanan Kecantikan: Banyak usaha di bidang kecantikan seperti salon, spa, atau salon kecantikan yang dikelola oleh UMKM.
    • Contoh: Salon Kecantikan Rina atau Barbershop di Kota-kota Besar.
  • Katering dan Event Organizer: Usaha yang menyediakan layanan makanan untuk acara atau pesta, serta jasa pengorganisasian acara.
    • Contoh: Katering Masakan Jawa atau Event Organizer Pernikahan.
  • Jasa Pijat dan Terapi: Usaha jasa pijat refleksi atau terapi kesehatan.
    • Contoh: Spa Bali atau Pijat Refleksi Solo.

5. UMKM di Bidang Pertanian dan Perikanan

  • Usaha Pertanian: Usaha pertanian skala kecil seperti petani sayur, buah, atau tanaman hias.
    • Contoh: Petani Sayur Organik di Lembang atau Kebun Buah Mangga di Malang.
  • Usaha Perikanan: Usaha pembudidayaan ikan air tawar atau laut, serta pengolahan hasil perikanan.
    • Contoh: Budidaya Ikan Lele di Lampung atau Usaha Kerupuk Ikan di Makassar.

6. UMKM di Bidang Teknologi dan Digital

  • Layanan Pengembangan Aplikasi: UMKM yang bergerak dalam pengembangan perangkat lunak, aplikasi mobile, dan website.
    • Contoh: Aplikasi Jasa Pengecekan Kendaraan atau Pengelolaan Keuangan.
  • Desain Grafis dan Pembuatan Website: Usaha yang menyediakan layanan desain grafis, branding, atau pengembangan website untuk bisnis lokal.
    • Contoh: Freelancer Desain Grafis atau Web Developer di Jakarta.

7. UMKM di Bidang Transportasi

  • Ojek Online dan Kurir: Banyak UMKM yang bergerak di bidang transportasi dengan menggunakan aplikasi online.
    • Contoh: Gojek, Grab, atau usaha kecil yang bergerak di pengiriman barang lokal.
  • Rental Kendaraan: Usaha penyewaan kendaraan seperti sepeda motor, mobil, atau kendaraan berat.
    • Contoh: Rental Mobil dan Motor di Bali atau Penyewaan Mobil di Yogyakarta.

8. UMKM di Bidang Pendidikan dan Pelatihan

  • Les Privat dan Bimbingan Belajar: Usaha pendidikan non-formal seperti bimbingan belajar atau kursus.
    • Contoh: Les Privat Bahasa Inggris atau Matematika di Bandung atau Sekolah Musik di Jakarta.
  • Pelatihan Keterampilan: Usaha yang menawarkan pelatihan keterampilan, seperti kursus komputer, jahit, atau keterampilan lainnya.
    • Contoh: Kursus Komputer dan Desain Grafis atau Pelatihan Menjahit di Surabaya.

9. UMKM di Bidang Konstruksi dan Renovasi

  • Jasa Konstruksi dan Renovasi Rumah: Usaha kecil yang bergerak dalam bidang pembangunan, renovasi rumah, atau penyediaan bahan bangunan.
    • Contoh: Jasa Renovasi Rumah di Jakarta atau Tukang Bangunan di Bandung.
  • Penyedia Bahan Bangunan: Usaha penjualan bahan bangunan seperti semen, pasir, batu bata, dan sebagainya.
    • Contoh: Toko Bahan Bangunan di Surabaya.

Baca Juga: Panduan Penggunaan Meta AI yang Baru Rilis untuk Pengguna WhatsApp Indonesia

Kesimpulan

UMKM di Indonesia sangat beragam dan mencakup hampir seluruh sektor perekonomian, dari sektor kuliner hingga teknologi. Keberagaman ini menunjukkan bahwa UMKM memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan lapangan pekerjaan dan mendukung perekonomian lokal serta nasional. Banyak UMKM yang berkembang dengan memanfaatkan kekuatan pasar lokal atau niche, dan semakin banyak yang menggunakan platform digital untuk mengembangkan usaha mereka.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top