Blackbox Testing Adalah: Pengertian, Cara Kerja, Jenis

Blackbox Testing Adalah

Blackbox Testing adalah metode pengujian perangkat lunak yang fokus pada fungsi atau output dari suatu sistem tanpa melihat bagaimana proses internal atau kode program bekerja. Pengujian ini dilakukan dari sudut pandang pengguna akhir, dengan tujuan untuk memastikan bahwa fitur berjalan sesuai dengan yang diharapkan berdasarkan spesifikasi yang diberikan.

Apa itu Black box Testing?

Bayangkan kamu sedang menguji sebuah aplikasi tanpa perlu tahu apa yang terjadi di balik layar. Itulah konsep dari Black Box Testing, atau Pengujian Kotak Hitam. Dalam metode ini, penguji tidak perlu memahami kode program atau struktur internal sistem yang penting adalah bagaimana sistem merespons saat diberi input tertentu, dan apakah hasil yang keluar sesuai harapan.

Pendekatannya berfokus sepenuhnya pada fungsi dan perilaku sistem dari sudut pandang pengguna akhir, bukan pada cara kerja di baliknya. Black Box Testing digunakan untuk memastikan apakah input menghasilkan output yang benar, apakah sistem memenuhi spesifikasi kebutuhan, dan apakah pengalaman pengguna berjalan mulus. Jadi, alih-alih membongkar mesin, kita cukup mengamati apakah mobil bisa dikendarai dengan baik.

Baca Juga: Pseudocode Adalah: Pengertian, Fungsi, Notasi

Cara Kerja Black Box Testing

Berikut penjelasan cara kerja Black Box Testing dengan langkah-langkah yang jelas dan sederhana:

  1. Menganalisis Spesifikasi Kebutuhan
    Penguji terlebih dahulu mempelajari dokumen kebutuhan atau spesifikasi sistem untuk memahami fitur, fungsi, dan kriteria penerimaan yang harus dipenuhi.
  2. Menentukan Skenario Uji
    Berdasarkan spesifikasi tersebut, penguji menyusun daftar skenario atau kasus uji yang akan dijalankan.
    Contoh: menguji fitur login dengan data valid, data kosong, dan data yang salah.
  3. Menyiapkan Data Uji
    Menyusun berbagai macam data input, baik yang sesuai (positif) maupun tidak sesuai (negatif), untuk mengamati bagaimana sistem merespons.
  4. Menjalankan Pengujian
    Penguji memberikan input ke dalam sistem tanpa melihat atau mengutak-atik kode program di baliknya, lalu mengamati output atau respons yang diberikan sistem.
  5. Membandingkan Hasil dengan yang Diharapkan
    Output yang muncul dibandingkan dengan hasil yang tercantum dalam spesifikasi.
    Contoh: jika pengguna mengisi formulir dengan benar, sistem seharusnya menampilkan pesan “Berhasil” dan menyimpan data.
  6. Mencatat Hasil dan Melaporkan Bug
    Bila ditemukan ketidaksesuaian atau kesalahan, penguji mencatatnya dan membuat laporan bug untuk ditindaklanjuti oleh tim pengembang.

Gambaran Singkat:

Input ➔ Sistem ➔ Output (Penguji hanya fokus pada input dan output, tanpa menyentuh atau melihat kode program.)

Black Box Testing adalah metode pengujian yang menilai apakah sistem bekerja sesuai harapan dari sudut pandang pengguna, tanpa memperhatikan bagaimana sistem dibangun secara internal.

Jenis – Jenis Black Box Testing

Berikut adalah jenis-jenis Black Box Testing yang umum digunakan dalam proses pengujian perangkat lunak:

1. Functional Testing (Pengujian Fungsional)

Pengujian ini bertujuan untuk memverifikasi apakah fungsi-fungsi dalam sistem bekerja sesuai dengan spesifikasi atau kebutuhan.
Contoh: pengujian fitur login, kalkulasi total belanja, atau validasi form input.

2. Non-Functional Testing (Pengujian Nonfungsional)

Fokus pada aspek kualitas sistem, bukan sekadar fitur. Jenis ini menguji bagaimana sistem bekerja, bukan apa yang dilakukan.
Contoh:

  • Performance Testing: mengukur kecepatan dan respons sistem.
  • Load Testing: mengevaluasi kemampuan sistem dalam menangani sejumlah besar pengguna.
  • Usability Testing: menilai kemudahan penggunaan dan pengalaman pengguna.

3. Regression Testing (Pengujian Regresi)

Dilakukan setelah ada perubahan pada kode (seperti perbaikan bug atau penambahan fitur) untuk memastikan fitur-fitur yang sudah ada sebelumnya tetap berjalan dengan baik.
Contoh: setelah bug pada fitur login diperbaiki, pengujian juga dilakukan pada proses registrasi dan dashboard pengguna.

4. Smoke Testing

Pengujian awal yang bersifat cepat dan ringan untuk memastikan bahwa fungsi-fungsi utama sistem masih berjalan sebelum pengujian lanjutan dilakukan.
Contoh: memeriksa apakah halaman utama bisa dibuka dan login berfungsi.

5. User Acceptance Testing (UAT)

Dilakukan oleh atau bersama pengguna akhir untuk memastikan sistem sesuai dengan kebutuhan bisnis dan siap digunakan.
Contoh: demonstrasi atau simulasi penggunaan sistem oleh user sebelum peluncuran resmi.

6. Boundary Value Analysis (Analisis Nilai Batas)

Merupakan teknik dalam Black Box Testing untuk menguji input pada batas minimum, maksimum, dan luar jangkauan.
Contoh: jika usia minimum yang diterima adalah 18 tahun, maka diuji input 17, 18, dan 19.

7. Equivalence Partitioning (Partisi Kesetaraan)

Teknik ini membagi data input ke dalam kelompok (partisi) yang setara, untuk mengurangi jumlah test case yang harus diuji.
Contoh: jika input valid berada di antara 1–100, maka cukup diuji dengan nilai 50 (valid), -1 dan 101 (tidak valid).

Dengan memahami jenis-jenis Black Box Testing ini, penguji dapat memilih pendekatan yang tepat untuk memastikan kualitas dan kinerja perangkat lunak sebelum dirilis ke publik.

Baca Juga: Visual Studio Code Adalah: Pengertian, Fitur, Fungsi

Teknik – Teknik Black Box Testing

Berikut adalah teknik-teknik Black Box Testing yang paling sering digunakan untuk menguji sistem berdasarkan hubungan input dan output, dari perspektif pengguna akhir:

1. Equivalence Partitioning (Partisi Kesetaraan)

Teknik ini membagi data masukan ke dalam kelompok nilai yang dianggap setara (equivalent class). Tujuannya adalah untuk mengurangi jumlah test case dengan menguji satu perwakilan dari setiap kelompok.
Contoh: Jika sistem menerima angka 1–100, maka partisinya adalah:

  • Nilai valid: 1–100
  • Nilai tidak valid: di bawah 1 atau di atas 100

2. Boundary Value Analysis (Analisis Nilai Batas)

Fokus pada nilai-nilai di sekitar batas input minimum dan maksimum, karena area ini sering menjadi titik rawan munculnya bug.
Contoh: Jika usia minimum yang diperbolehkan adalah 18 tahun, maka diuji dengan nilai 17 (di bawah batas), 18 (batas valid), dan 19 (di atas batas).

3. Decision Table Testing (Pengujian Tabel Keputusan)

Digunakan saat sistem memiliki banyak kombinasi kondisi dan aturan. Teknik ini memetakan berbagai kombinasi input dalam bentuk tabel, lalu diuji apakah output sesuai.
Contoh:
Jika kondisi terdiri dari Status Akun (Aktif/Nonaktif) dan Level User (Admin/Biasa), maka dibuat tabel untuk setiap kombinasi dan hasil output yang diharapkan.

4. State Transition Testing (Pengujian Transisi Status)

Digunakan pada sistem yang memiliki status atau mode berbeda, dan respon sistem tergantung pada status saat ini.
Contoh: Pada mesin ATM:

  • Status awal → Masukkan PIN → Verifikasi → Status berhasil/gagal → Transaksi.
    Setiap transisi diuji apakah berjalan sesuai logika sistem.

5. Error Guessing (Perkiraan Kesalahan)

Berdasarkan pengalaman dan intuisi penguji, teknik ini mencoba menebak area sistem yang rawan kesalahan.
Contoh:

  • Mengosongkan kolom wajib
  • Memasukkan angka negatif pada field usia
  • Mengetik string panjang berlebihan di kolom nama

6. Use Case Testing

Berfokus pada pengujian berdasarkan alur skenario nyata yang dilakukan pengguna dari awal hingga akhir.
Contoh:

  • Pengguna login → memilih produk → menambah ke keranjang → checkout → pembayaran.
    Setiap langkah diuji apakah menghasilkan respons yang benar dan sesuai kebutuhan.

Dengan menerapkan berbagai teknik di atas, penguji dapat memastikan bahwa sistem tidak hanya berfungsi dengan benar pada kondisi normal, tapi juga tahan terhadap input yang tidak terduga dan kompleksitas skenario pengguna.

Kelebihan dan Kekurangan Black Box Testing

Berikut ini adalah beberapa poin yang merangkum kelebihan dan kekurangan Black Box Testing:

Kelebihan Black Box Testing

  • Tidak membutuhkan keahlian programming
    Penguji tidak perlu memahami kode atau struktur internal sistem, sehingga cocok untuk pengujian oleh tim QA non-teknis.
  • Berfokus pada kebutuhan dan pengalaman pengguna
    Pengujian dilakukan dari sudut pandang end-user, sehingga lebih mencerminkan bagaimana aplikasi akan digunakan secara nyata.
  • Efektif untuk menemukan bug dari sisi fungsi dan bisnis
    Sangat bermanfaat untuk mengidentifikasi kesalahan logika, validasi input, serta ketidaksesuaian dengan spesifikasi bisnis.

Kekurangan Black Box Testing

  • Tidak dapat mendeteksi bug dalam kode atau struktur internal
    Karena tidak melihat bagaimana sistem dibangun, maka kesalahan dalam logika program atau arsitektur internal bisa saja terlewat.
  • Risiko pengujian tidak lengkap
    Jika dokumentasi spesifikasi tidak jelas atau tidak lengkap, maka cakupan pengujian bisa terbatas dan menyebabkan celah fungsional tidak teruji secara menyeluruh.

Baca Juga: AMP Adalah: Pengertian, Cara Kerja, Manfaat

Kesimpulan

Blackbox Testing Adalah metode pengujian perangkat lunak yang berfokus pada fungsi dan perilaku sistem dari sudut pandang pengguna, tanpa perlu memahami kode atau struktur internal. Tujuannya adalah memastikan bahwa sistem bekerja sesuai dengan kebutuhan dan spesifikasi yang ditetapkan, dengan memeriksa kesesuaian input dan output.

Intinya, Black Box Testing memungkinkan penguji untuk mengevaluasi kualitas dan fungsionalitas sistem secara menyeluruh, dari sudut pandang pengguna akhir, guna menjamin perangkat lunak dapat digunakan dengan baik dan memberikan nilai sesuai kebutuhan bisnis.

Menguji sistem tanpa mengintip dalaman kodenya? Itulah seni dari Blackbox Testing fokus pada apa yang terlihat, bukan apa yang tersembunyi. Seperti halnya memilih paket internet only mulai 160 ribuan dengan kecepatan hingga 1 Gbps, kamu nggak perlu tahu kabel mana yang tersambung yang penting koneksi ngebut, stabil, dan semua fitur berjalan tanpa hambatan, baik untuk uji coba aplikasi, streaming, sampai meeting tanpa delay!

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top